Friday, 23 December 2011

Balada Pendekar Kucing di Tengah Kota #3


Bismillahirrahmanirrahim…

Hugh..hugh…
Suara batuknya menghentikan langkahnya. Ia kecewa, karena murid kesayangannya sendiri telah mengkhianatinya. Rasa marah yang ditahan-tahannya, malah membuatnya jatuh sakit. Si Kucing Tua, seorang intrukstur pelatih pasukan khusus kucing jalanan, tampak begitu kepayahan.

“Sucouw (kakek guru)! Teccu (murid) datang menghadap.”

“Oh, engkau Budi! Aku baru saja ingin pergi ke tempatmu.”

“Apa gerangan sehingga sucouw memanggilku dengan kode rahasia?”

“Mari masuk ke dalam!”

“Tapi sucouw, kami dilarang masuk ke kediamanmu.”

Tapi si kucing tua itu telah mendahuluinya masuk ke dalam, Budi terpaksa mengikutinya dengan perasaan yang tidak nyaman.

“Budi, dahulu di tempat inilah para anggota pasukan khusus generasi pertama berlatih. Guru-gurumu dan juga ayahmu.”

“Ya sucouw, teccu tahu akan hal itu.”

“Semuanya berlatih dengan tekun, sehingga mereka menjadi kucing-kucing tertangguh di masanya. Di antara murid-muridku itu, ayahmu dan salah seorang paman gurumulah murid yang paling menonjol. Mereka berdua sangat kusayangi seperti anakku sendiri. Hingga tiba sa’at di mana aku melakukan kesalahan besar.” Si kucing tua terdiam sejenak.

Ia menghela nafas dan melanjutkan,”Budi, engkau tahu bagaimana ayahmu meninggal?”

“Teccu mendengar dari ibunda, ayah teccu meninggal disebabkan ia dihukum mati karena melanggar peraturan kamp pelatihan ini.”

“Apakah engkau tahu kesalahan ayahmu?”

“Ibunda tidak menceritakannya.”

“Ayahmu telah mencuri kitab pusaka kakek moyang aliran perguruanku.”

“Ah…” Budi tersentak terkejut.

“Dan tangan inilah yang melaksanakan hukuman tersebut.”

“Teccu mengerti.” Kata Budi dengan wajah tertunduk.

“Tapi sekarang aku menyesal, setelah aku mengetahui kebenaran yang sesungguhnya. Ayahmu bukanlah pencuri kitab tersebut. Paman gurumulah pencurinya. Aku….aku… telah salah tangan membunuh ayahmu.”

Kepala Budi semakin tertunduk, si kucing tua terbatuk-batuk seraya mengelus dadanya. Penyakitnya kambuh lagi.

“Budi, angkatlah kepalamu!”

“Ya, sucouw.” Air mata telah penuh membasahi wajahnya.

“Jika engkau merasa dendam kepadaku, bunuhlah aku sekarang!”

“Sucouw!!!”

“Aku merasa sangat bersalah kepada ayahmu.”

“Sucouw, ibunda selalu berkata kepada teccu agar tidak pernah mendendam kepada siapapun. Ibunda berkata dendam itu datangnya dari setan.”

“Ah, aku semakin merasa bersalah.”

Si kucing tua pergi menuju ke sebuah peti tua yang penuh dengan debu. Dia mengeluarkan sejilid buku tipis yang bersampul putih kekuning-kuningan, dan menyerahkannya kepada Budi.

“Budi, ini adalah kitab ilmu bela diri kucing ciptaan seorang master berabad-abad yang lalu. Bahkan aliran kita ini masih bersumber dari kitab ini. Aku tidak pernah mempelajarinya, dan hari ini aku serahkan kepadamu. Carilah paman gurumu itu! Tidak ada yang tahu siapa nama aslinya, tapi ia dijuluki dengan Kucing Tanpa Bayangan. Kudengar dia sekarang berada di negeri barat, melakukan banyak kejahatan yang membuatku gusar karenanya. Hugh… Hugh….” Si kucing tua terbatuk-batuk lagi, bahkan ia mulai muntah-muntah darah!”

“Sucouw….!”

“Aku tidak dapat bertahan lama, laksanakan perintahku ini! Pelajarilah kitab ini dan carilah si Kucing Tanpa Bayangan. Aku yakin engkau akan menguasainya dengan cepat.”

“Tapi teccu tidak pantas menerimanya.”

“Ini perintah!”

“Baiklah, Teccu siap melaksanakan perintah!”

“Sekarang keluarlah!”

Ia melangkah keluar kembali ke barak kamp pelatihan pasukan khusus, berpapasan dengan salah seorang pelatih yang sedang terburu-buru menuju kediaman si kucing tua. Budi terus memikirkan kata-kata si kucing tua, membuat air matanya tanpa terasa mengalir kembali. Tiba-tiba ia terkejut mendengarkan teriakan keras dari pelatih yang tadi barusan menuju kediaman si kucing tua.

“Tolong…! Guru besar meninggal…!”

Hanya sesa’at, di tempat itu telah ramai dipenuhi para penghuni kamp. Pelatih itu langsung menghardik Budi, “Apa yang engkau lakukan di sini tadi?”

“Aku…aku…aku dipanggil menghadap oleh sucouw.” Jawab Budi tergagap.

“Jangan-jangan, engkaulah yang membunuh guru besar!” tuduhnya terhadap Budi.

“Tidak….! Aku tidak melakukannya.”

“Jangan banyak alasan!”

Dia segera menyerang Budi tanpa ampun, diikuti oleh pelatih-pelatih lain dan seluruh penghuni kamp yang berada di situ.

Budi terpakasa mempertahankan dirinya . Di tengah kegalauan hatinya yang disebabkan cerita si kucing tua mengenai kematian ayahnya yang kemudian disusul dengan kematian si kucing tua itu sendiri, membuatnya mengamuk dan menjadi sangat berbahaya.

Akan tetapi Budi masih dapat menggunakan akal sehatnya, ia tahu jika ia terus mengamuk maka dia akan kalah juga. Ia kemudian membuka jalan dengan menyerang beberapa orang yang paling lemah dari mereka dan merubuhkannya. Setelah itu, tanpa membuang waktu sedetik pun Budi segera menggunakan jurus langkah seribu untuk meloloskan diri dari kepungan.

“Kejar dia! Jangan biarkan dia lolos!”

Tapi Budi telah melesat jauh, melewati pagar pembatas kamp dengan dunia luar. Menjadi seekor kucing pelarian yang dituduh membunuh guru besar. Dicari-cari oleh segenap anggota pasukan khusus untuk menuntut balas, kecuali seekor kucing. Dialah si kucing Ninja yang mengirimkan surat pernyataan perang kepada kucing rumah.

Dia yakin bahwa Budi tidak membunuh guru besar, ia telah mengenal Budi sejak kecil. Tapi keyakinan itu pudar, sejak ia melihat Budi ada bersama kucing-kucing rumah.

Dia tidak habis pikir, mengapa Budi dapat berada di tempat seperti itu…….?!


Bersambung....

1 comment:

farrahsabo said...

Harrah's Reno Casino & Hotel - Mapyro
This casino features 안양 출장안마 a 1,200 square foot gaming floor, a seating area, 김해 출장샵 a 김천 출장샵 live 통영 출장마사지 entertainment experience and a full-service 포항 출장안마 spa. There is a 24-hour reception