Friday, 23 December 2011

Islam dan Pluralisme

Kata Plural berasal dari bahasa Inggris yang berarti jamak, lebih dari satu.  Sedangkan Isme berasal dari bahasa Yunani yang berarti paham, ajaran, atau kepercayaan. Adapun Pluralisme dikaitkan dengan agama mempunyai pengertian “suatu situasi dimana bermacam-macam agama hidup dan saling menghargai dilandasi oleh paham bahwa semua agama mengajarkan kebenaran, dan tidak boleh mengklaim satu agama saja yang benar, sedangkan yang lainnya salah.” 

Menurut paham ini semua agama itu benar. Bukankah setiap agama mengajarkan manusia agar berbuat bajik, adil, cinta kasih, dan mempercayai akan adanya suatu kekuasaan yang menguasai alam dan jagad raya ini, dan manusia harus tunduk patuh terhadap kekuasan itu? Dimulai dari agama Yahudi, Nashrani, Islam, Hindu, Budha dan lain-lain, semuanya mengacu pada satu tujuan, yaitu Tuhan dan kehidupan setelah kematian.

Konsep kesatuan inilah yang sering ditanamkan oleh pendukung paham ini dalam menjelaskan semua agama itu benar. Sebagaimana kata pepatah yang masyhur, “Banyak jalan menuju Roma”.  Oleh karena itu muncullah istilah populer dalam prulalisme “Banyak Jalan menuju Tuhan.”




 “Hmm, masuk akal juga ya!”


Bukankah banyak jalan menuju Roma, mengapa cuma satu jalan saja yang dibolehkan lewat untuk sampai ke situ? Bukankah setiap orang berhak menempuh jalan yang disukainya. Tuhan dan agama juga demikian. Kita semua percaya dan menyembah Tuhan, cuma caranya saja yang berbeda-beda. Umat Islam menyembah Tuhan mereka dengan shalat, Kristiani melakukan Misa di Gereja, Umat Budha melakukan sembahyang di vihara-vihara dan umat-umat beragama lainnya memiliki tata cara peribadatan masing-masing, dan bukankah semua itu ditujukan kepada Tuhan. Jadi pada dasarnya kita itu semuanya sama, semuanya benar. Mudah kan? Pasti karena paham ini tidak diketahui oleh orang-orang awam makanya dari jaman dahulu sampai sekarang sering terjadi konfilk antar agama.

“Eit, tapi tunggu dulu!!! Tunggu Sebentar!”

Apakah semua Tuhan yang dituju itu adalah Tuhan yang sama?  Ataukah walaupun namanya sama-sama Tuhan, tapi Tuhan yang dimaksudkan oleh masing-masing agama itu sendiri berbeda-beda?

Ada sebuah cerita tentang lelaki udik yang bernama Udin hendak pergi ke rumah kawannya di Jakarta, kata kawannya dia tinggal di Mangga Dua, tapi Mangga Dua di mana Udin belum tahu. Sesampainya di kota, berkali-kali Udin mencoba menghubungi kawannya tapi nomornya tidak aktif. Akhirnya dapatlah sebuah informasi Mangga Dua itu adalah nama desa terpencil di pinggiran kota Jakarta, tanpa pikir panjang Udin segera menuju tempat yang disebut. Setelah tersesat ke sana ke mari, bertanya ke mana-mana, akhirnya sampailah ia ke desa Mangga Dua setelah menempuh setengah hari perjalanan. Akan tetapi kemudian baru diketahuinya bahwa Mangga Dua yang dimaksudkan kawannya bukanlah desa tersebut, melainkan sebuah kompleks perumahan yang terletak di pusat kota.

Nama boleh sama, tapi apakah eksistensinya juga sama? Apakah Tuhan yang disembah oleh Muslim sama dengan Tuhan yang disembah oleh Kristiani, Yahudi, Budha, atau Hindu?

Konsep Tauhid dalam Islam jelas menegaskan bahwa “Tiada Tuhan selain Allah”. Allah itu Esa tiada berbilang, tempat bergantung segala urusan, tidak beranak lagi diperanakkan, dan tiada suatu apapun yang meyerupaiNya, baik dari segi zat, sifat, perbuatan ataupun kekuasaanNya. Lalu  bagaimana dengan Kristiani yang membagi Keesaan Tuhan menjadi tiga kesatuan (Trinitas), dengan kata lain Tuhan sudah tidak Esa lagi, atau kaum Yahudi? Walaupun mereka masih mengakui Tuhan yang Esa tapi dalam prakteknya Al-Quran menjelaskan kepada kita mereka telah banyak melenceng dari ajaran agama mereka sendiri, mengingkari otoritas perintah Tuhan dan sebagainya. Apalagi agama Hindu dan Budha, walaupun diketemukan dalam kitab-kitab suci masing-masing agama mengakui Keesaan Tuhan, tapi dalam praktek agama tidak demikian, mereka terjebak kepada polytheisme (menyembah banyak Tuhan). Zoroaster menyembah Api, bukan Allah. Konghucu menyembah arwah nenek moyang dan dewa-dewa. Apakah semua konsep Tuhan yang ditawarkan oleh agama-agama tersebut dapat diterima dalam Islam? Dan sebaliknya, apakah konsep Tuhan dalam Islam dapat diterima oleh yang lainnya?

Semua agama pada dasarnya mengakui ajaran agama berasal dari Tuhan. Jadi kebajikan, cinta kasih, keadilan dan semua ajaran yang mengajarkan kebaikan itu berasal dari Tuhan. Kembali menjadi pertanyaan, apakah semua ajaran agama sama, padahal Tuhan yang mengajarkannya berbeda-beda? Karena dari awalnya tujuan masing-masing agama itu telah berbeda, tentu saja jalannya juga berbeda, walau terkadang masing-masing agama itu memiliki titik persimpang yang sama di beberapa tempat.

“Kalo begitu memang hanya ada satu jalan menuju Tuhan?”

Yupz, setiap agama yang telah kita sebutkan di atas akan mengklaim bahwa hanya agamanyalah jalan yang benar menuju Tuhan. Islam mengakui hal itu, Allah menegaskan dalam Al-Quran surat Ali Imran ayat 19:

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.”

“Jika sudah jelas demikian, kenapa masih saja ada orang yang mendukung pluralisme ini ya?”

Dari jaman indatu-indatu kita dahulu, konflik yang terjadi akibat perbedaan agama sering terjadi. Di Indonesia sendiri kita tahu beberapa tahun belakangan pernah terjadi konfilk antar agama di Ambon, Maluku. Para pendukung Pluralisme ingin agar tidak ada lagi konflik semacam itu, semua agama dapat hidup berdampingan dengan penuh toleransi, aman, damai, dan tentram.

Sebuah tujuan yang mulia, tapi didasari oleh paham yang menyimpang. Tanpa paham ini pun Islam telah mengajarkan umat-Nya agar saling bertoleransi terhadap pemeluk agama lainnya, tanpa harus keluar dari batasan-batasan agama yang paling mendasar, terutama dalam hal Tauhid. Jadi kesimpulan akhir kita pada sesi ini, Islam menolak paham toleransi yang didasarkan pada anggapan bahwa semua agama itu benar.

“Begitulah kawan, jangan mudah terjebak oleh logika yang aneh-aneh! Berpikirlah layaknya filsuf, secara, kritis, mendalam dan menyeluruh! Berpikirlah layaknya Muslim, yakinlah akan sumber kebenaran itu adalah Wahyu Allah, Al-Quran dan Hadits!”

No comments: