Friday, 1 May 2015

Makalah Ulumul Quran: Perbandingan Jamak dengan Jamak dan Perbandingan Jamak dengan Mufrad


BAB I
P E N D A H U L U A N


            Bisa kita ketahui bahwa Allah menurunkan Al-Qur’an untuk manusia, bukan hanya untuk dibaca saja, tetapi dibutuhkan pula meluangkan waktu untuk mepelajari dan mengetahui seluk-beluk dalam Al-Qur’an. Maka dengan itu, para Ulama-ulama mengarang kitab-kitab tentang pemahaman ayat-ayat didalam al-Qur’an, atau kaeda-kaedah yang terkandung didalamnya.
            Kaedah-kaedah itu disebut kaedah Tafsir, di mana seorang mufassir wajib menguasai kaedah-kaedah tersebut guna memahami suatu ayat. Ulumul al-Qur’an adalah induk ilmu yang memperkenalkan dan mempelajari tentang Al-Quran, karenanya kaedah tafsir merupakan salah satu bagian dari pembahasannya.
            Berhubung Al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab, tentunya kaedah-kaedah penafsiran yang berlaku padanya sangat terkait dengan bahasa Arabitu sendiri. Di dalam makalah ini kita akan membahas salah satu kaedah tafsir yang sangat erat kaitannya dengan kaedah bahasa Arab, yaitu Jamak dan Mufrad.
            Apabila lafaz jamak berjumpa dengan lafaz jamak lainnya dalam satu ayat, terdapat beberapa kaedah. Begitu juga yang terjadi apabila lafaz jamak berjumpa dengan lafaz mufrad, ada kaedah-kaedah yang harus diketahui oleh seorang mufassir.




 BAB II
P E M B A H A S A N


A.    Pengertian Jamak dan Mufrad
            Untuk memudahkan kita dalam memahami makalah ini, sebaiknya kita mengetahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan jamak dan mufrad itu sendiri. Jamak berasal dari kata جمع – يجمع – جمعًا  , artinya mengumpulkan suatu hal yang pada awalnya terpisah-pisah.[1] Sedangkan mufrad berasal dari kata فَرَدَ – يَفرُدُ - فَردًا  yang makna dasarnya adalah terasing atau tunggal.[2]
            Dikatakan jamak dalam bahasa Arab apabila jumlah benda telah lebih daripada dua. Sedangkan mufrad adalah kata tunggal, bilangannya hanya satu. Di antara jamak dan mufrad terdapat kata mutsanna, yakni jumlah bendanya hanya dua saja. Perhatikan contoh di bawah ini:
Jamak
Mutsanna
Mufrad
كُتُبٌ
banyak kitab (lebih dari 2)
كِتَابَانِ
dua kitab
كِتَابٌ
satu kitab
مُسلِمُون
orang-orang muslim (lebih dari 2)
مُسلِمَانِ
dua orang muslim
مُسلِمٌ
satu orang muslim
اَقلَامٌ
panyak pena (lebih dari 2)
قَلَامَانِ
dua pena
قَلَامٌ
satu pena
هُم
mereka lelaki (lebih dari 2 orang)
هُمَا
dia lelaki dua orang
هُوَ
dia lelaki satu orang
هُنَّ
mereka perempuan (lebih dari 2 orang)
هُمَا
dia perempuan dua orang
هِيَ
dia perempuan satu orang
           
B.     Mengimbangi Jamak dengan Jamak (( مُقَابِلَةُ الجَمۡعِ بِالجَمۡعِ
            Apabila dalam satu konteks ayat sebuah lafazh isim jamak diikuti oleh isim lainnya yang juga berbentuk jamak maka terdapat beberapa kaidah yang harus dikuasai oleh seorang mufassir, yaitu:
           
1.      Kaidah Pertama:
“Mengimbangi jamak dengan jamak terkadang menuntut bahwa setiap satuan dari jamak yang satu diimbangi dengan satuan jamak yang lain.[3]

Penjelasan:
            Setiap kata jamak terdiri dari satuan-satuan yang menyusunnya. Lihat contoh di bawah ini:

حَمِلُوا كُتُبًا = mereka membawa buku-buku

Mereka dalam kalimat ini tersusun dari Ali, Hasan dan Syu’ib. Sedangkan buku-buku yang dimaksud adalah buku Bahasa Arab, Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia.


Jika kita menggunakan kaidah di atas, setiap bagian dari kata hamilu diimbangi dengan bagian dari kata kutuban, akan menghasilkan makna:
1.      Ali membawa buku bahasa arab
2.      Hasan membawa buku bahasa inggris
3.      Syu’ib membawa buku bahasa indonesia

Contoh-Contohnya dalam Al-Quran:
-          Surat Nuh ayat 7:
dan mereka menutupkan baju mereka (ke muka mereka) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat.

Maksudnya ialah setiap orang dari mereka menutupi badannya dengan bajunya masing-masing.

-          Surat Al-Baqarah ayat 233:
Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh

Maksudnya ialah masing-masing ibu menyusui anaknya sendiri.[4]

-          Surat Yusuf ayat 31:
disediakannya bagi mereka tempat duduk

Maksudnya ialah setiap dari mereka disediakan satu tempat duduk masing-masing.

-          Surat An-Nisa’ ayat 23
diharamkan atas kalian (mengawini) ibu-ibu kalian;

Maksudnya ialah setiap orang mukmin diharamkan mengawini ibunya masing-masing.[5]

2.      Kaidah Kedua:
“Kata jamak terkadang menjadikan maknanya sebuah ketetapan penggabungan terhadap masing-masing individu dari objek yang dimaksudkan.”[6]

Penjelasan:
            Jika pada kaidah sebelumnya masing-masing satuan dari jamak diimbangi dengan satuan jamak yang lain, maka dalam kaidah ini masing-masing satuan jamak mengimbangi seluruh satuan jamak yang lain. Perhatikan contoh di bawah ini:
حَمِلُوا كُتُبًا= mereka membawa buku-buku


Mereka dalam kalimat ini juga tersusun dari Ali, Hasan dan Syu’ib. Sedangkan buku-buku yang dimaksud juga buku Bahasa Arab, Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia.


Namun dengan menggunakan kaidah kedua, maka maknanya menjadi:
1.      Ali membawa buku bahasa Arab, bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia
2.      Hasan membawa buku bahasa Arab, bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia
3.      Syu’ib membawa buku bahasa Arab, bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia

Contoh-Contohnya dalam Al-Quran:

-          Firman Allah Q.S An-Nur ayat 4:
Maka cambuklah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali cambukan.
Maksudnya adalah masing-masing orang yang terhukum akan mendapatkan 80 cambukan penuh.

-          Firman Allah Q.S. Al-Baqarah ayat 238:
peliharalah kalian(semua) shalat-shalat... 
Maksudnya adalah, setiap orang mukmin wajib menjaga semua waktu shalatnya, (maghrib, isya, subuh, zuhur dan ashar). Tidak boleh satu orang mukmin hanya menjaga satu waktu shalat saja, dan mukmin yang lain menjaga waktu shalat yang lain (sebagaimana halnya jika kita menggunakan kaidah pertama).[7]

-          Firman Allah Q.S. Al-Maidah ayat 48:
Maka berlomba-lombalah kamu sekalian berbuat kebajikan! 
Kebajikan itu bisa berupa sedekah, bisa berupa berperang di jalan Allah, bisa berupa menuntut ilmu, dan lain-lain. Dalam ayat ini kita dituntut untuk berbuat semua kebajikan itu, agar kita memperoleh kemenangan yang hakiki dari Allah swt.

3.      Kaidah Ketiga:
“Kadang-kadang maknanya mengandung dua kaidah di atas. Maka dibutuhkan dalil untuk menentukan mana yang akan digunakan di antara keduanya.[8]
            Contohnya seperti pada surat At-Taubah ayat 60:
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan,

Lafaz jamak yang pertama adalah Shadaqat, shadaqatyang dimaksud dalam ayat ini adalah benda-benda yang diwajibkan dikeluarkan zakat, yaitu; binatang ternak, biji-bijian, dan harta. Sedangkan lafaz jamak yang kedua adalah fuqara, masakin, dan lain-lain yang menjadi orang-orang yang berhak menerima zakat.

Jika kita menggunakan kaedah pertama, maka maksud ayat ini adalah “benda yang dizakatkan kepada masing-masing muzakki berbeda-beda jenisnya”. Sedangkan apabila kita memakai kaedah yang kedua, maksud ayat ini adalah semua jenis benda yang dizakatkan dapat diberikan seluruhnya kepada setiap masing-masing muzakki.[9] Wallahu a’lam


C.   Mengimbangi Jamak dengan Mufrad (( مُقَابِلَةُ الجَمۡعِ بِالمـُفۡرَدِ
            Adapun mengimbangi jamak dengan mufrad maka pada umumnya tidak dimaksudkan untuk menunjukkan keumuman mufrad tersebut, tetapi kadang-kadang hal demikian dapat saja terjadi. Misalnya:
Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin.
            Setiap orang yang tidak sanggup berpuasa maka wajiblah baginya memberikan makanan kepada seorang miskin pada setiap hari.[10]



BAB III
P E N U T U P


A.    Kesimpulan
            Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, kita dapat menyimpulkan beberapa point penting, yaitu:
Ø  Dikatakan lafaz jamak apabila ia tersusun lebih dari dua, sedangkan lafaz mufrad adalah lafaz yang tunggal.
Ø  Apabila lafaz jamak berjumpa dengan jamak akan menghasilkan 3 kaedah, yaitu:
1.      Masing-masing satuan jamak yang pertama akan diperbadingkan dengan masing-masing satuan jamak yang lain.
2.      Masing-masing satuan jamak yang pertama akan diperbandingkan dengan keseluruhan gabungan jamak yang lain.
3.      Terkadang bisa dimaknai dengan menggunakan kedua kaedah di atas, karenanya dibutuhkan dalil untuk menentukan kaedah mana yang akan digunakan.
Ø  Apabila lafaz jamak berjumpa dengan mufrad biasanya tidak menuntut keumuman lafaz mufrad tersebut, kecuali pada kasus-kasus tertentu.


B.     Tanbih
            Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karenanya diharapkan kepada pembaca agar merujuk kembali ke kitab-kitab qawaid tafsir guna meluaskan pemahamannya mengenai kaedah ini.
            Referensi utama yang pemakalah gunakan dalam menjelaskan kaedah-kaedahmuqabilatul jam’i bil jam’i aw muqabilatul jam’i bil mufrad adalah kitab Al-Burhan fi Ulumil Quran karangan Az-Zarkasyi dan Qawaid Tafsir karangan Khalid bin Utsman As-Sabt.
            Dalam buku-buku Ulumul Quran lainnya, kaedah ini dibahas dengan sangat singkat, sehingga menyulitkan pemakalah menjelaskan kaedah ini secara mendetail. Apa yang ada di makalah ini sebagian besarnya adalah pemahaman pemakalah pribadi, karenanya jika terdapat kesalahan ataupun kesilapan harap dimaklumi.


D A F T A R    P U S T A K A




IbnuManzhur, Lisanul Arab Jilid 8, (Beirut: Dar Al-Kitab Al-Ilmiyah, tt)
Louis Ma’luf dan Bernard Totel al-Yassul, Al-Munjid. (Beirut: Dar el-Macreq SARL, 1986)
Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulumil Quran terj. Tim Editor Indiva, (Surakarta: Indiva Pustaka, 2008)
Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi Ulumil Quran terj. Aunur Rafiq El-Mazni, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009)
Badruddin Muhammad bin Abdullah Az-Zarkasyi, Al-Burhan Fi Ulumil QuranJilid III, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1988)
Khalid Bin Utsman As-Sabt, QawaidTafsirJilid II, (TK: Dar IbniUtsman, tt)


[1]IbnuManzhur, Lisanul Arab Jilid 8, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, tt), hal. 62
[2]Louis Ma’luf dan Bernard Totel al-Yassul, Al-Munjid. (Beirut: Maktabah Syarqiyyah, 1986), hal 574
[3]Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi Ulumil Quran terj. Aunur Rafiq El-Mazni, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009), hal. 250
[4]Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi Ulumil Quran terj…, hal. 250
[5]Khalid Bin Utsman As-Sabt, Qawaid At-TafsirJilid 2, (TK: Dar Ibni ‘Affan, tt), hal. 589
[6]Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulumil Quran terj. Tim Editor Indiva, (Surakarta: Indiva Pustaka, 2008), hal. 59
[7]LihatKhalid Bin Utsman As-Sabt, Qawaid At-TafsirJilid 2…, hal. 589
[8]Badruddin Muhammad bin Abdullah Az-Zarkasyi, Al-Burhan Fi Ulumil Quran Jilid 3, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1988), hal. 7
[9]Lihat Khalid Bin Utsman As-Sabt, Qawaid At-TafsirJilid 2…, hal. 590
[10]Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi Ulumil Quran terj…, hal. 251

No comments: