BAB I
PENDAHULUAN
Allah
swt menjadikan kisah-kisah umat terdahulu sebagai pelajaran bagi umat-umat yang
datang sesudahnya. Rangkaian proses kejadian yang disebutkan dalam kisah-kisah
itu dinamakan sebab, di mana sudah menjadi sunnatullah bahwa segala
sesuatu yang terjadi di dunia ini pasti ada sebabnya.
Kisah-kisah
yang tercantum dalam Al-Quran bukanlah dongeng sebagaimana yang dikatakan oleh
orang-orang kafir. Al-Quran adalah kitab suci yang wajib kita imani
kebenarannya.
Adapun
isi makalah ini membahas mengenai kisah Nabi Yusuf as. serta ibunda beliau Siti
Hajar, istrinya Nabi Ibrahim as. Allah memberikan keluarga ini berbagai macam
cobaan untuk menguji kekuatan iman mereka, sehingga mereka lulus dan menjadi
manusia pilihan Allah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kisah Ismail dan Ibunda Hajar
1. Do’a Nabi Ibrahim agar dikaruniai anak yang Saleh
Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak)
yang termasuk orang-orang yang saleh.Maka Kami beri dia khabar gembira dengan
seorang anak yang amat sabar.(QS. Ash-Shaffat (37) : 100-101).
Setelah
Nabi Ibrahim as. mengalami berbagai cobaan dalam menyebarkan dakwah kepada umat
manusia, kemudian Nabi Ibrahim berhijrah dari negerinya ke negeri Syam, dalam
perjalanannya beliau sempat singgah di Mesir dan di sanalah Nabi Ibrahim
menikah dengan Hajar atas usulan istri pertamnya, Sarah.
Adapun
ketika itu Nabi Ibrahim belum dikaruniai anak seorang pun, maka dari Hajar
lahirlah seorang anak lelaki. Jumhur ulama berpendapat bahwa Ismail adalah anak
yang dimaksud.
Nabi
Ismail as.adalah anak pertama Nabi Ibrahim as., diriwayatkan dari ahli kitab
bahwa Ismail lahir di saat Nabi Ibrahim as. berumur 86 tahun, sedangkan Ishaq,
anak kedua beliau, lahir di saat Beliau as. berumur 99 tahun. Dengan demikian
perbedaan umur keduanya sekitar 13 tahun.[1]
Ismail
tumbuh menjadi seorang anak yang saleh lagi berbakti, serta senantiasa bersabar
akan ketentuan Allah. Semua ini juga tidak terlepas dari sifat sang Ibu yang
tidak pernah meragukan ketentuan Allah atas dirinya sebagaimana yang akan kami
jelaskan nantinya.
2. Nabi Ibrahim Meninggalkan Hajar dan Ismail di Makkah
Kisah
ini diceritakan selengkapnya dalam Shahih Bukhari, dari Sa’d bin Jubair, Ibnu Abbas berkata, “Pertama
kali wanita yang menggunakan ikat pinggang adalah ibu Nabi Ismail. Dia
mengambil ikat pinggang untuk menghilangkan jejaknya dari Sarah.Kemudian
Ibrahim membawanya bersama Ismail sementara dia (Hajar) masih menyusui Ismail
–hingga beliau menempatkan di sisi Baitullah pada suatu pohon besar di atas
Zamzam bagian atas masjid. Saat itu di Makkah tidak ada seorang pun yang
tinggal di sana dan di sana juga tidak ada air. Ibrahim menempatkan keduanya di
sana seraya meletakkan di sisi keduanya sekantong kurma dan bejana berisi
air.Setelah itu Ibrahim pergi.Ibu Ismail mengikutinya dan berkata, “Wahai
Ibrahim, kemanakah engkau akan pergi dan meninggalkan kami di lembah yang takbepenghuni
ini?”Ibu Ismail mengucapkan perkataan itu kepada Ibrahim berulang kali.Namun
Ibrahim tidak mau menoleh kepadanya.Ibu Ismail bertanya, “Apakah Allah yang
memerintahkanmu melakukan hal ini?”Ibrahim menjawab, “Benar”.Ibu Ismail
berkata, “Jika demikian Dia tidak akan menyia-nyiakan kami”.Kemudian dia
kembali.Ibrahim berangkat dan ketika sampai di tsaniyyah (bukit kecil)
dimana beliau tidak terlihat lagi (oleh Hajar dan Ismail), maka beliau
menghadapkan wajahnya ke Baitullah lalu mengucapkan kalimat-kalimat ini.Beliau
mengangkat kedua tangannya seraya berdo’a:
Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya aku telah menempatkan
sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat
rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan Kami (yang demikian itu) agar
mereka mendirikan shalat, Maka Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung
kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka
bersyukur. (QS. Ibrahim (14) : 37)
Ibu Ismail
menyusui Ismail dan minum air yang disediakan tersebut.Ketika air di bejana itu
telah habis maka dia menderita haus dan anaknya juga kehausan. Dia melihat
kepada anaknya yang terus bergerak-gerak –atau perawinya mengatakan:
berguling-guling sambil menghentakkan kaki ke tanah-, dia pun pergi menjauh
karena tidak sanggup melihat keadaan anaknya demikian. Dia mendapati Shafa
merupakan bukit paling dekat kepadanya maka ia pun menuju ke sana. Kemudian dia
berdiri menghadap lembah untuk melihat apakah tampak seseorang.Namun dia tidak
melihat seorang pun. Dia turun dari Shafa dan ketika sampai di lembah dia
mengangkat ujung kainnya lalu berjalan sebagaimana seseorang yang kesusahan
hingga melewati lembah. Kemudian dia mendatangi Marwah dan berdiri di atasnya
seraya melihat apakah tampak seseorang.Namun, dia tidak melihat seorang pun.Dia
melakukan hal itu sebanyak tujuh kali.” Ibnu Abbas berkata, “Nabi saw bersabda:
Itulah Sa’I yang dilakukan oleh manusia di antara keduanya.”
Ketika dia menaiki bukit Marwah tiba-tiba dia
mendengar suara.Hajar berkata, “Diamlah- ditujukan untuk dirinya sendiri-
kemudian dia mendengar suara itu kembali. Dia berkata, “Sungguh engkau sudah
didengar dan adakah engkau dapat menolong?”.Ternyata dia melihat ada Malaikat
di dekat Zamzam. Malaikat itu menggali dengan tumitnya –atau beliau mengatakan:
dengan sayapnya- sehingga muncul air. Ibu Ismail membuatkan kolam untuknya
seraya menggerakkan tangannya seperti ini. Dia menciduk air untuk diisi ke dalam
bejananya sementara air ituterus memancar setelah diciduk.
Ibnu Abbas
berkata, Nabi saw bersabda, “Semoga Allah merahmati Ibu Ismail, sekiranya ia
membiarkan Zamzam -atau beliau mengatakan: tidak menciduk air itu- niscaya
zamzam akan menjadi air yang mengalir (dipermukaan tanah.” Ibnu Abbas
melanjutkan, “Ibu Ismail minum lalu menyusui anaknya. Malaikat berkata
kepadanya: Janganlah kalian takut akan
disia-siakan. Sesungguhnya di tempat ini Baitullah yang akan dibangun oleh anak
ini bersama bapaknya, dan Allah tidak akan menyia-nyiakan penduduk tempat ini.
Saat itu Baitullah tampak lebih tinggi dari tanah seperti gundukan
pasir.Apabila air banjir datang maka dikikis dari arah kanan dan kirinya.Ibu
Ismail tetap dalam keadaan demikian hingga lewat satu rombongan suku Jurhum
–atau salah satu keluarga dari suku Jurhum-.Mereka datang dari jalan Kada’ lalu
singgah di hilir Makkah.Mereka melihat burung terbang berputar-putar maka
mereka berkata, “Sesungguhnya burung ini sedang mengitari air.Sungguh kita
mengetahui persis di lembah ini tidak ada padanya air.Mereka mengirim seorang
atau dua orang yang tangkas berlari, dan ternyata mereka mendapati
air.Orang-orang ini kembali dan mengabarkan kepada mereka tentang adanya air. Akhirnya
mereka datang, -dia berkata: dan Ibu Ismail berada di sisi air- dan berkata,
‘Apakah engkau mengizinkan kami untuk tinggal denganmu?’ Hajar menjawab: Ya!
Akan tetapi tiada hak bagi kalian pada air’.Mereka berkata, “Baiklah!”
Ibnu Abbas
berkata: Nabi saw bersabda, “Ibu Ismail menyukai hal itu, karena ia senang ada
manusia (tinggal bersamanya). Mereka pun tinggal di sana lalu mengirimkan
utusan kepada keluarga-keluarga mereka untuk menetap bersama mereka… (HR.
Bukhari dalam Kitab Kisah Para Nabi Nomor 3364)[2]
Dari hadits
tersebut kita menemukan sosok pribadi Hajar yang sabar dan rela menerima apa
yang telah Allah tetapkan baginya, bahkan dia yakin bahwa sungguh Allah tidak
akan menyia-nyiakan hamba-Nya. Saat iman sudah melebur dalam jiwa, maka seberat
apapun perintah Allah, iman akan membenarkannya tanpa sedikit pun keraguan.
Pertolongan Allah akan datang pada orang-orang seperti ini.
3. Allah memerintahkan Ibrahim untuk Menyembelih Ismail
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup)
berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya
aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa
pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan
kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang
sabar". tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan
anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). dan Kami panggillah
dia: "Hai Ibrahim, Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu
Sesungguhnya Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat
baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.dan Kami tebus anak
itu dengan seekor sembelihan yang besar.(QS. Ash-Shaffat
(37) : 102-107)
Terkadang
para atheis (orang-orang yang tidak beragama/tidak bertuhan) mengolok-olok
kisah yang diceritakan pada ayat ini. Bagaimana mungkin seorang ayah akan
membunuh anaknya hanya karena sebuah mimpi yang tidak masuk akal. Luar biasanya
lagi si anak menerimanya dengan pasrah, entah karena takut kepada ayahnya atau
memang si anak masih terlalu polos.
Mungkin
bagi orang-orang seperti mereka kisah ini hanya sebuah dongeng belaka. Namun
bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, iameyakini bahwa seorang
rasul adalah manusia pilihan, yang Allah lebihkan di antara banyak
manusia-manusia lainnya. Ibrahim adalah seorang rasul, dan mimpi seorang
nabi/rasul adalah wahyu.[3]
Mengenai
kronologi kisah Ibrahim dan Ismail ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang
bersumber dari Ibnu Abbas ra., ia berkata, “Ketika Ibrahim as. diperintahkan
untuk mengurbankan (anaknya), syaitan datang menghadangnya di tempat sa’i dan
ingin mendahuluinya, tetapi Ibrahim lebih dulu sampai. Kemudian Jibril
membawanya menuju Jamratul ‘Aqabah, di situ syaitan datang menghadang lagi,
lalu ibrahim melemparnya dengan 7 batu kerikil. Kemudian ia melanjukan
perjalanan hingga syaitan menghadangnya kembali di Jumratul Wustha, Ibrahim
melempar syaitan itu lagi dengan tujuh batu kerikil. (Demikian asal muasal
salah satu syari’at melempar kerikil dalam pelaksanaan ibadah haji sebagai
simbol ketekadan hati untuk melawan godaan syaitan terhadap anak adam-peny).
Kemudian
Ibrahim membaringkan Isma’il di atas pelipisnya, di atas tubuh Ismail terdapat
selembar baju putih. Ismail berkata, Wahai ayah, tidak ada baju lain yang bisa
engkau gunakan untuk mengkafaniku selain baju ini, maka lepaskan baju ini dan
kafani aku dengannya.” Ibrahim hendak melepas baju itu, lalu ia diseru dari
arah belakang, “Hai Ibrahim!” Ia pun menoleh dan ternyata didapatinya seekor
domba putih bertanduk dan bermata lebar.”[4]
Kemudian domba itu disembelih menggantikan Ismail.
Kebulatan
tekad Ibrahim dan ketundukan Ismail demi terlaksananya perintah Allah ini
menunjukkan kekokohan iman dan kesabaran mental yang patut dijadikan contoh
oleh setiap mukmin.
4. Ibrahim dan Ismail Meninggikan Baitullah
dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan
(membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan
Kami terimalah daripada Kami (amalan kami), Sesungguhnya Engkaulah yang Maha
mendengar lagi Maha Mengetahui".(QS. Al-Baqarah (2) : 127)
Dari
ayat di atas dapat dipahami bahwa bukan Nabi Ibrahim yang as. yang pertama kali
membangun Ka’bah, Beliau bersama Nabi Ismail as. hanya meninggikan pondasi Baitullah.
Dalam surat
Al-Hajj (22) : 26, Allah menunjukkan tempat Ka’bah kepada Nabi Ibrahim. Serta
dinyatakan pula dalam surat Al-Imran (3) : 96:”Sesungguhnya rumah
(peribadatan) pertama yang dibangun untuk manusia ialah Baitullah yang di
Bakkah (Mekkah). Ini berarti bahwa Baitullah telah dibangun sebelum Nabi
Ibrahim as.[5]
Kemudian
setelah Kakbah sempurna, Allah memerintahkan kepada Nabi Ibrahim meyeru kepada
umat manusia agar menunaikan haji ke Baitullah sebagaimana firman-Nya:
dan berserulah kepada
manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan
berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru
yang jauh. (QS. Al-Hajj (22) : 27)
5.
Sifat-Sifat Teladan Ismail
Ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah
Ismail (yang tersebut) di dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang
benar janjinya, dan Dia adalah seorang Rasul dan Nabi. dan ia menyuruh ahlinya
untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai
di sisi Tuhannya.(QS. Maryam (19) : 54-55)
Dalam ayat
ini Nabi Ismail diceritakan secara khusus, terpisah dari pada Nabi Ibrahim as.,
untuk mengisyaratkan bahwa mereka tidak tinggal bersama atau mereka dipisahkan
tempat tinggalnya. Nabi Ibrahim bertempat tinggal di Palestina, sedangkan Nabi
Ismail tinggal di Mekah.[6]
Di sisi
lain, Nabi Ismail disinggung secara khusus pada ayat ini untuk menunjukkan
keutamaan Beliau, yaitu:
1.
Nabi Ismail dinamai sebagai ( (صادق الوعدShadiq al-Wa’di yakni seseorang yang ciri utamanya adalah Pemenuhan
Janji. Hal tersebut terlihat jelas dalam kesungguhannya menepati janji
untuk sabar dan tabah dalam dalam melaksanakan perintah Allah SWT., terutama
dalam perintah Allah kepada ayahnya agar
ia disembelih.[7]
2.
(وكان رسولا نبيا) Ia adalah seorang Rasul dan
Nabi yang diutus kepada kaum Jurhum yang menetap di Mekah bersamanya dan
Ibundanya. Allah mengutusnya untuk menyampaikan syari’at Nabi Ibrahim as.
3.
(وكان يأمر اهله بالصلوة و الزكوة) Ia menyuruh keluarganya
shalat dan membayar zakat. Setelah ia melaksanakan perintah-perintah Allah, ia pun memerintahkannya kepada keluarganya, umatnya dan orang-orang yang paling
dekat kepadanya.
4.
(وكان عند ربه مرضيا) Ia di sisi Tuhannya adalah
seorang yang diridhai. Semua amalnya diridhai oleh Allah, ia terpuji dan melaksanakan
beban yang dipikul di atasnya pundaknya, dan tidak lalai dalam menaatinya.[8]
B. ‘Ibrah yang Terkandung Dalam Kisah
Beberapa
pelajaran yang dapat kita ambil dari kisah di atas adalah sebagai berikut:
1. Keimanan yang teguh kepada
Allah akan membuat seseorang menjalankan segala perintah-Nya dengan penuh
kesabaran tanpa keraguan sedikitpun. Kita telah menyaksikan bagaimana Ibunda
Hajar bersabar bersama Ismail ketika ditinggalkan di lembah Makkah yang tandus,
juga Nabi Ismail yang bersabar ketika ia hendak disembelih. Di kala itu
datanglah pertolongan dari Allah untuk menolong mereka, sungguh Allah tidak
akan menyia-nyiakan hamba-Nya.
2. Kisah Nabi Ismail dan
ibunda beliau, Siti Hajar, mengandung beberapa landasan syari’at yang
dilaksanakan dalam manasik haji, yaitu berlari antara bukit safa dan marwah,
dan penyembelihan qurban.
3. Makkah adalah tempat yang
dimuliakan, dan menjadi pusat peribadatan umat manusia. Di dalamnya terdapat
kakbah (baitullah) yang didirikan oleh Nabi Ibrahim as. dan anak beliau, Nabi Ismail
as.
BAB III
KESIMPULAN
Anak
sulung Nabi Ibrahim as. adalah Nabi Ismail as, dari istrinya Siti Hajar. Saat
Nabi Ismail as. masih kecil, Allah swt memerintahkan Nabi Ibrahim untuk
menempatkan Nabi Ismail dan ibundanya di Makkah, Siti Hajar pun sabar
menjalaninya.
Siti
Hajar adalah wanita yang sangat tabah, ia pernah diuji dengan cobaan yang
sangat berat, ia tidak menemukan air untuk dirinya dan anaknya. Kemudian ia
berusaha mencari air kemana-mana, berlari bolak-balik antara bukit shafa dan marwah,
sampai akhirnya Allah memberinya pertolongan, Malaikat Jibril menggali sebuah
mata air yang kemudian disebut dengan zam-zam.
Kejadian ini kemudian dijadikan landasan syari’at berlari kecil dalam
manasik haji.
Begitu
pula dengan Nabis Ismail as., ia merupakan contoh teladan sebagai seorang anak
yang patuh menjalankan perintah Allah dan orang tuanya. Ketika ia mencapai usia
baligh, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim as. untuk menyembelihnya. Ini juga
merupakan cobaan yang sangat berat bagi seorang ayah, namun Ismail tanpa ragu
mengucapkan kepada ayahnya, “Lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu wahai
Ayah, Insya Allah engkau akan mendapatiku sebagai orang yang bersabar.” Lalu
Allah mengganti Ismail dengan kibas, sejak itu dikenal pengurbanan yang kemudian
dilaksanakan setiap hari raya idul adha.
Saat
Ismail tumbuh dewasa, Nabi Ibrahim mengajak Nabi Ismail untuk mendirikan
Kakbah, melaksanakan manasik haji dan menyeru kepada manusia seluruhnya agar
menunaikan haji ke baitullah.
Demikianlah
kisah Nabi Ismail as. dan Ibunda Siti Hajar yang dikisahkan oleh Allah swt,
supaya dijadikan sebagai contoh teladan bagi umat manusia.
Daftar Pustaka
IbnuKatsir, ShahihTafsirIbnuKatsirJilid
7 ditahqiqolehSyaikhShafiyurrahman al-Mubarakfuri, dkkterj. Abu Ihsan
al-Atsari , (Bogor: PustakaIbnuKatsir, 2006)
IbnuHajar
al-Asqalani, FathulBaariJilid 17 terj.Amiruddin, (Jakarta: PustakaAzzam,
2008)
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah jilid 1, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002)
Ahmad Mustafa Al-Maghari, Tafsir Al-Maghari terj. Bahrun
Abubakar, Lc. Dkk. (Semarang: Toha Putra, 1993)
[1]LihatIbnuKatsir, ShahihTafsirIbnuKatsirJilid
7 ditahqiqolehSyaikhShafiyurrahman al-Mubarakfuri, dkkterj. Abu Ihsan
al-Atsari , (Bogor: PustakaIbnuKatsir, 2006), hal. 618
[2]IbnuHajar al-Asqalani, FathulBaariJilid 17
terj.Amiruddin, (Jakarta: PustakaAzzam, 2008), hal. 343-347
[3]LihatIbnuKatsir, ShahihTafsirIbnuKatsirJilid
7…, hal. 619
[4]LihatIbnuKatsir, ShahihTafsirIbnuKatsirJilid
7…, hal. 620
[5] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah jilid 1, (Jakarta: Lentera
Hati, 2002) Hal. 324
[6] Lihat M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah jilid 8, Hal. 207
[8]Ahmad Mustafa Al-Maghari, Tafsir Al-Maghari terj. Bahrun
Abubakar, Lc. Dkk. (Semarang: Toha Putra, 1993), Hal. 109-110
No comments:
Post a Comment