By: Syukri Aba
Syahdan, setelah menyelesaikan
kajian fiqh bab thaharah, seorang guru hendak menguji pemahaman
murid-muridnya, maka dibuatlah ujian. Para murid dipanggil satu per satu ke
dalam ruangan khusus, mereka dihadapkan pada sebuah meja dengan segelas air di
atasnya.
“Badar!”
“Labbaik Syaikh!”
“Sebutkan 7 macam air yang dapat
digunakan untuk bersuci!”
“Air langit (hujan), laut,
sungai, embun, sumur, es, dan air mata air?”
“Thayyib, lalu apakah air di
depanmu itu dapat digunakan bersuci?”
“Air apa ini ya Syaikh?”
“Air Aqua, langsung diambil dari
sumber mata air asli.”
“Tentu saja ya Syaikh.”
“Baiklah, jika begitu berwudhulah
dengan air tersebut!”
Si murid kelihatan bingung,
bagaimana caranya berwudhu dengan air yang sedikit ini. Tapi karena takut
kepada Sang Guru, ia mulai mencoba membasuh muka dan anggota wajib saja. Namun
kenyataannya air sudah habis sampai membasuh siku. Alhasil, murid pertama pun
gagal.
Murid kedua, ketiga, keempat dan
seterusnya pun telah gagal. Para murid mulai berpikir ujian ini hanya permainan
sang guru belaka.
Setelah tidak ada yang berhasil,
kini tibalah giliran murid terakhir yang dikenal paling bandel di antara mereka
namun sebenarnya memiliki pikiran yang tajam dan lidah yang fashih.
Dengan tenang ia masuk ke dalam ruang ujian.
“Apakah air ini bisa digunakan
untuk bersuci?”
“Tentu.”
“Maka cobalah berwudhu
dengannya!”
Si murid mengangkat gelas
tersebut dan langsung meminum air yang ada di dalam gelas sampai tak tersisa
sama sekali. Sang Guru tidak marah, malah ada senyum tipis tampak pada
wajahnya.
“Mengapa engkau meminumnya Madun?
Bukankah aku menyuruhmu untuk berwudhu dengan air tersebut?”
“Wahai syaikh yang mulia,
bukannya aku hendak menentang kehendakmu, melainkan bukankah engkau pernah
mengajarkan kami jika air yang tersisa hanya sedikit, dan hanya cukup untuk
minum, maka hendaknya air itu lebih baik digunakan untuk air minum dan makruh
digunakan berwudhu. Jika engkau memang mengharuskanku untuk berwudhu, maka
cukuplah aku gantikan dengan tayammun.”
“Masya Allah, engkau lulus dengan
angka sempurna Madun!”
Syahdan, satu-satunya murid yang
lulus dalam ujian hanya si Madun. Adapun murid-murid lainnya wajib mengulang
kembali bab thaharah karena dianggap belum paham sepenuhnya.
Jum’at, 12 Oktober 2012
9.20 WIB
No comments:
Post a Comment