Wednesday, 14 July 2010

ZINA

Bismillahirrahmanirrahim...

"Dari Abi Hurairah r.a. dari Nabi Saw. bersabda : Nasib anak Adam mengenai zina telah ditetapkan, tidak mustahil dia pernah melakukannya. Zina kedua matanya adalah dengan penglihatan. Zina kedua telinganya adalah dengan pendengaran. Zina lisannya adalah dengan berkata-kata. Zina kedua tangannya adalah dengan memukul (meraba-pen). Zina kakinya adalah dengan melangkah (ke tempat-tempat maksiat). Zina hatinya adalah dengan menginginkan atau mencita-citakannya. Sedangkan kemaluannya mengikuti atau menolaknya. (H.R. Bukhari-Muslim)

Lingkungan atau kondisi pada zaman yang serba canggih ini, akan tetapi merosotnya akhlak dan moral membuat hal itu semakin berpotensi untuk terjadi. Setan-setan semakin gencar menyebarkan provokasinya terhadap perbuatan-perbuatan yang terlarang.

Zina, adalah sebuah kata yang mengandung konotasi yang buruk, sesuai dengai pengertiannya. Perbuatan yang sangat diharamkan oleh Allah swt. kepada hamba-hamba-Nya. Jangankan melakukannya, mendekatinya saja tidak boleh.

Seiring dengan kemunduran-kemunduran yang dialami oleh umat Islam, banyak yang mendefinisikan kata-kata ini hanya sebatas hubungan di luar nikah. Sehingga banyak orang yang terjebak dalam perbuatan yang sangat disukai oleh setan ini.

Walau para ulama membeda-bedakan tingkatan zina, yaitu zina-zina yang dilakukan dengan mata, telinga, lisan, dan hati masih termasuk zina kecil. Akan tetapi dosa-dosanya juga janganlah diremehkan, terutama akibat yang ditimbulkannya akan semakin merusak mental dan keimanan seseorang.

Zina yang paling sering terjadi dan yang paling diremehkan orang adalah zina hati. Ketika seorang anak Adam berada seorang diri dan lalai akan mengingat Allah, setan akan datang membisikkannya khayalan yang menjurus terhadap perbuatan yang dilarang ini. Kadangkala, hanya sebatas teringat kepada seseorang yang disukai dan berada di dekatnya, tapi tidak tertutup kemungkinan ia akan mengkhayalkan lebih dari itu.

Bagi orang yang mengetahui bahwa ini datangnya dari setan, maka ia akan segera beristighfar dan meminta perlindungan Allah dari bisikan dan kehadiran syetan yang terkutuk itu (Rabbi a'uzubika min hamzatisy syayathin, wa a'uzubika rabbi ay yahdhurun).

Ingat....! La taqrabuz zina...!

Yang menduduki peringkat kedua adalah zina mata. Dekadensi (kemunduran) moral di era ini sudah sedemikian parahnya, bahkan mungkin hampir dapat disejajarkan dengan era jahiliyyah dulu. Atau malah lebih parah?

Dalam hal ini, dunia maya menjadi rempat yang sangat subur. Teknologi yang semakin canggih ini seharusnya dapat dimamfaatkan sebaik-baiknya oleh para ikhwan dan akhwat untuk mencapai kemajuan yang lebih besar. Sayangnya, kadar keimanan yang dimiliki oleh generasi ke generasi terus semakin berkurang sehingga menyebabkan sering terjadi penyalahgunaan pemamfaatan teknologi itu sendiri.

Selain di dunia maya, dunia nyata pun tidak kalah serunya. Menjaga pandangan mata itu adalah hal yang tidak mudah untuk dihindari, apalagi bagi remaja yang sedang mengalami puberitas. Dorongan nafsu yang alamiah antar jenis memang wajar, akan tetapi walau bagaimana pun juga menuruti hawa nafsu tetaplah dilarang, karena itu akan membawa kita melanggar larangan agama bahkan tersesat. (na'uzubillahi min zalik)

Selanjutnya adalah zina lisan dan telinga. Zina lisan biasanya jarang terjadi, karena masih banyak orang yang mempunyai rasa malu dalam dirinya. Tentu saja merasa kata-kata kotor itu tidak pantas untuk diucapkannya, akan tetapi sama sekali tidak mustahil itu pernah terjadi pada anak Adam. Seandainya , segeralah beristighfar kepada Allah swt., semoga kita mendapatkan ampunan-Nya. Jangan pernah remehkan perbuatan dosa apapun!

Sedangkan zina telinga, ini dipengaruhi oleh lingkungan sekitar ataupun pergaulan seseorang. Jika kita memang kebetulan berada di tempat di mana banyak orang-orang bercakap-cakap kotor, maka segeralah hindari tempat tersebut. Dan bagi yang sanggup, cegahlah kemunkaran itu sesuai dengan kemampuannya.

Kemudian yang terakhir adalah zina kaki dan tangan. Nah, kalo ini sebenarnya udah tingkat yang parah. Zina kaki adalah melangkahkan kaki kita ke tempat maksiat, apakah itu ke tempat pacar (tidak ada pacaran bagi orang Islam), ataupun ke tempat-tempat maksiat itu sendiri. Zina tangan adalah dengan memukul atau meraba. Terus terang penulis juga belum mengerti dengan jelas apa yang dimaksud dengan memukul atau meraba dalam hadis di atas. Oleh karena itu penulis tidak berani menjelaskan mengenai jenis zina yang dilakukan oleh tangan ini. Bisa saja yang dimaksud dengan ini adalah melakukan perbuatan zina yang biasa kita kenal, ataupun hanya sebatas menyentuh lawan jenis dengan nafsu. Lebih baik, "Bertanyalah kepada yang tahu jika engkau tidak tahu" (al-quran).

Demikianlah jenis-jenis zina yang mungkin sering kita remehkan, baik itu dikarenakan karena ketidak tahuan kita, atapun dikarenakan kuatnya godaan syetan yang merayu kita. Tidak mustahil ada diantara kita pernah yang pernah berbuat kesalahan-kesalahan di atas, tapi Allah Maha Pengampun bagi setiap hamba-hamba-Nya yang mau bertobat.

Pintu ampunan-Nya terbuka bagi setiap hamba-Nya yang menyesali kesalahan dan bertobat kepada-Nya. Sebesar gunungkah dosanya? Seluas samudrakah dosanya? Allah akan menerima tobatnya.

Jadi tunggu apa lagi, marilah sama-sama kita menuju ridha dan ampunan-Nya! Perbanyaklah mengucapkan istighfar, "Astaghfirullahal'adhim."




catatan kaki :

swt. = subhanahu wa ta'ala
saw. = shallallahu 'alaihi wa sallam
r.a. = radhiallahu 'anhu
H.R. = hadis riwayat

Thursday, 8 April 2010

Balada Pendekar Kucing di Tengah Kota #2

Bismillahirrahmanirrahim,,

Sang Mentari sudah mulai menunjukkan sinar emasnya, tampak indah memukau mata. Sedikit demi sedikit menguak kabut-kabut tipis yang mengaburkan pandangan. Lalu lintas perkotaan mulai berjalan sebagaimana biasa. Di sana-sini orang melaksanakan aktifitasnya masing-masing. Ada yang bergegas menuju kantor, ada yang bersiap-siap berangkat ke sekolah, dan berbagai aktifitas lainnya. Bahkan, ada pula yang duduk nongkrong di warung kopi kota.

Di tengah kesibukan yang baru dimulai ini, seekor kucing putih bergaris-garis hitam berlari-lari di sepanjang trotoar jalan. Tidak ada yang istimewa dari kucing tersebut, kecuali ia tampak lebih tangkas dari kucing-kucing biasa.

Pada mulutnya tergigit sebuah gulungan kertas berwarna merah, tidak ada yang memperhatikan apa itu, karena orang-orang di sekitar itu mengira si kucing membawa sepotong daging. Gulungan kertas merah itu adalah surat pernyataan perang kucing jalanan terhadap kucing rumah. Dan tentu saja si kucing ini adalah utusannya.

Sesampainya di depan sebuah pagar rumah yang menjulang tinggi, si kucing berhenti. Dia mengamati keadaan sekelilingnya. Pagar yang tingginya tiga meter ini tidak dapat menutup betapa megahnya rumah yang ada di dalamnya. Tentu si empunya rumah adalah orang yang penting di kota ini.

“Wow, hebat! Menurut keterangan yang kuterima, di sinilah tempatnya. Tapi bagaimana caranya aku masuk?” pikir si kucing.

Sebenarnya kucing ini bukanlah kucing jalanan biasa, ia adalah salah satu anggota pasukan khusus kucing jalanan. Mereka dididik di bawah asuhan Pimpinan secara langsung. Salah satu keahlian pasukan ini adalah menyusup ke daerah pertahanan lawan tanpa ketahuan (Intelijen). Pada masa Tokugawa di Jepang, pasukan semacam ini disebut sebagai Ninja.

“Nah, itu dia!”

Di sudut pagar sebelah kiri, terdapat papan-papan yang disusun seperti rak. Kelihatannya, papan itu digunakan sebagai tempat menaruh pot bunga. Dengan cekatan si kucing Ninja ini memanjat sampai ke atas. Sesampainya di atas, ia melihat beberapa ekor kucing telah menghadangnya.

“Hebat! Ternyata perhitunganku keliru, mereka lebih hebat daripada yang kuduga.” Kata si kucing Ninja dalam hati.

“Who are you?” Tanya salah seekor kucing yang menjadi pemimpin kucing-kucing penjaga.

“Apa itu who are you? Oh, mungkin itu adalah sapaan.” Pikir si kucing Ninja.

“Terima kasih, saya membawa surat untuk pimpinan kalian.” Lanjutnya sambil memberikan surat yang dibawanya.

Kucing-kucing penjaga bingung, tapi kemudian salah seekor dari mereka membisikkan sesuatu kepada pemimpin mereka.

“Okay, come with me!” Pemimpin kucing penjaga member isyarat agar kucing Ninja mengikutinya.

Mereka meninggalkan tempat tersebut menuju halaman belakang. Seekor kucing Persia-Amerika besar sedang duduk santai di sana.

“My Lord, I found him when he tried to come in this house.”

“Who is he?”

“We don’t know, he speak by local language. But, I think he brings something for you.”

“What is it?”

“A letter.”

“Read it!”

“I can’t.”

“Why?”

“It was written by Indonesian too.”

“Call Budi to come here!”

“Yes, Sir.”

Salah seekor kucing penjaga segera berlari meninggalkan tempat itu, tidak lama berselang ia telah kembali dengan seekor kucing yang lain. Kucing yang datang belakangan ini adalah seekor kucing putih bersih, postur tubuhnya sangat mirip dengan si kucing Ninja.

“Budi!” teriak si Kucing Ninja.

Kucing itu terkejut melihat si kucing Ninja, tapi dia tidak menjawabnya. Ia telah lama tidak berjumpa dengan si kucing Ninja sudah berbulan-bulan yang lalu. Tepatnya sejak ia kabur dari kamp pelatihan pasukan khusus. (kisah ini akan diceritakan pada episode selanjutnya, Insya Allah).

“Here I am, my Lord.”

“Do you know him?”

“No, Sir.”

“Well, Can you read it?”

“Yes, Sir”

Budi menerima surat tersebut, ia pun terkejut untuk kedua kalinya tatkala membacanya sekilas. Isi surat tersebut adalah sebagai berikut :

“Dengan ini Kami para kucing jalanan menyatakan perang terhadap kalian.”

Hanya itu, singkat dan padat. Tidak dicantumkan alasan yang jelas mengapa mereka menyatakan perang. Memang demikian adanya, pemimpin kucing jalanan merasa tidak perlu mencantumkan alasannya.

“Hereby, We are the street cats declare war on the house cats.”

“What? Okay, if they want we give. Budi, say him that we accept they challenge!”

“Pimpinan kami berkata bahwa kami telah menerima surat pernyataan perang kalian. Engkau boleh pergi.”

“Baiklah.”

Sebenarnya kucing Ninja ingin bertanya pada kucing itu, tapi ia menahan dirinya. Ia segera pergi melaporkan kepada Pimpinan kucing jalanan.

To be continued. . .

Wednesday, 31 March 2010

Balada Pendekar Kucing di Tengah Kota #1

BIsmillahirrahmanirrahim,,

Di suatu malam yang dingin, hujan turun membasahi bumi. KIlat dan petir menyambar-nyambar, langit bergemuruh tiada henti-hentinya, seakan-akan langit menumpahkan amarah terhadap penduduk bumi. Tiada tampak seorang pun di kota kecil ini. Cuaca membuat orang-orang malas untuk keluar, mereka lebih suka menghangatkan tubuhnya di dalam rumah, berkumpul bersama keluarga, dan tidur.

Hal ini dimamfa’atkan oleh sekolompok kucing-kucing jalanan untuk mengadakan sebuah pertemuan, mereka berkumpul di sebuah rumah yang telah lama kosong. Tanpa menghiraukan dingin, satu persatu begerak ke rumah tersebut. Mereka yakin tidak ada manusia yang akan melihat mereka.

Semuanya telah berkumpul, mereka berdiri membentuk setengah lingkaran yang rapi. Seekor kucing besar berwarna kuning yang berada di hadapan mereka bertindak sebagai pemimpin. Perawakan kucing ini tampak sangat gagah, bulu yang tebal, cakar yang kuat, kumis yang panjang, dan gigi taringnya yang besar membuat kebiwaannya sebagai pemimpin kucing jalanan semakin terlihat.

Dengan lantang ia berkata,”Ketua Blok 1, laporkan keadaan!”

“Baik, kucing-kucing di blok 1 tidak pernah mengalami kelaparan. Hal ini disebabkan banyak manusia yang membuang sisa-sisa makan yang belum habis dimakannya. Bahkan ada seorang anak yang baru memakan sesuap nasi, karena tidak suka maka dia langsung membuangnya.”

“Apakah masih ada lebih?”

“Ada.”

“Bagikan kepada teman-teman di blok lain yang kekurangan makanan!”

“Siap, laksanakan.”

“Ketua Blok 2, laporkan keadaan!”

“Kucing-kucing di Blok 2 membutuhkan lebih banyak olahraga dan obat-obatan, mereka banyak yang sakit.”

“Departemen Kesehatan!”

“Siap!”

”Bagikan obat-obatan secara gratis ke Blok 2!”

“Siap dengan segera.”

“Departemen Pembangunan!”

“Siap!”

“Buatlah perencanaan pembangunan tempat olahraga di Blok 2!”
“Laksanakan.”

“Departemen Keuangan!”

“Siap!”

“Anggarkan dana untuk pembangunan ini!”

“Yes, sir.”

Keadaan kucing-kucing jalanan yang ada di kota dilaporkan kepada sang pemimpin, dan ia dengan bijak mengatasi segala permasalahan yang timbul. Sampai pada laporan terakhir yang akan dilaporkan oleh ketua kucing Blok 79.

“Kucing-kucing di Blok 79 sedang dalam keadaan gawat.”

“Gawat bagaimana?”

“Para manusia mulai suka memelihara kucing, sehingga kucing rumah semakin banyak. Tentu saja ini membuat kucing-kucing jalanan semakin payah. Selain itu, kucing-kucing rumah banyak yang menjelek-jelekkan kucing jalanan.”

“Apa? Apakah mereka benar-benar banyak?”

“Itu benar, kurang lebih mereka berjumlah 200 kucing.”

“Departemen Kemiliteran, berapa jumah pasukan kita?”

“500 kucing.”

“Bagus, segera siapkan pasukan! Kirimkan surat pernyataan perang kepada mereka!”

“Tapi…”

“Tiadak ada kata tetapi!”

“Siap , laksanakan.”

“Sidang ditutup!”

Kesokan harinya, seekor kucing diutus untuk menyampaikan suran pernyataan perang dari kucing jalanan kepada kucing rumah. Pemimpin kucing rumah yang ternyata berasal dari Amerika menerimanya, tapi dia tidak mengerti bahasa Indonesia. Sehingga harus dicarikan seorang penerjemah.

Siapakah penerjemah tersebut…?
Apakah kucing rumah juga akan menyatakan perang dengan kucing jalanan…?
Bagaimanakah kelanjutan ceritanya…?
Nantikan, episode selanjutnya dari Balada Pendekar Kucing di Tengah Kota.